Hari
itu mendung. Langit diselubungi awan
gelap, pun akibat dilalui kawanan
burung yang tiba-tiba harus bergegas
pulang ke sarangnya. Hari masih siang, seharusnya matahari sudah berada di tengah kepala tapi terik sama
sekali tak datang menyapa. Anak-anak sekolah berlari-lari kecil, pulang menuju
rumah...tak ingin sampai dalam kondisi basah.. Angin kencang menyeruak
dimana-mana,, mendorong dahan, dan ranting,, menyebarkan dingin yang kini
kurasa...Wusssshhhh....
Langkahku
masih sama, pelan dan ringan, tak tergoda ancaman hujan. Sedang berpikir,,
melamun persisnya...apa yang akan kukatakan bila aku tiba disana? Keringat
dingin keluar deras membasahi tubuhku. Ragu itu semakin muncul, saat
dihadapanku, sebuah plang besar menghadang didepan mata. Aku sudah tiba. Kala
itu hujan belum juga turun.. Mungkin ini sekedar mendung,, mengatasnamakan
perasaanku. Membuka cerita usang ku bersamanya.. Atas nama mendung...aku
terkekeh dalam hati...sekaligus menggigil perih..
Semua
orang di tempat ini telah pergi, penggali tanah, penjual bunga, pengurus makam,
semua..mengungsi dari ancaman langit..
Tempat ini begitu hening, kudekati sebuah gundukan tanah yang mulai merata,
duduk bersimpuh disampingnya..dahiku berpeluh...ada namamu di sana ..lidahku
kelu..sedikit berbisik mulai berkata dengan terbata-bata..
“Apa
kabar?? Hari ini harimu.. aku tak pernah datang untukmu. Namun kali ini aku telah
memberanikan diri. Hari ini aku akan
menghabiskan waktu denganmu..membayar hutang cerita yang kulalui saat kau tak
ada. Sengaja, aku bawakan mawar putih
kesukaanmu,, kamu pasti suka! Aku juga pakai ikat pinggang darimu...agghh..kamu pasti bangga.!”
...Aku
tersenyum sendiri...nafasku semakin sesak.. begitu banyak yang ingin kukatakan.
“Selepas
dari tahanan..aku sudah mencoba mencari penggantimu,, tak ada nama yang sama
denganmu, tak ada yang seheboh kamu, tak ada yang bisa memahamiku, tak ada yang
seperti kamu..., SUNGGUH!”
Sebuah
butiran kecil mengalir di pipi...rintik-rintik besar menyaingi....kini hujan turun
tak tepat waktu..membuatku panik sesaat,
menggoyahkan kalimat yang telah kubuat untukmu..
“Maaf,
karna aku salah. Maaf, karna kau tak salah. maaf, atas semua ini.... Maaf, karna
aku yang telah membunuhmu ,,,sobatku!”
....Bumi
terasa begitu datar, berputar,, gundukan
tanah seperti memerah darah, kamboja putih bagai menghujaniku dengan
bunga-bunga layunya, rintik hujan seperti ribuan belati
menghujam dada..tetesan itu bagiku, tangisanmu di alam sana.....semua
menghukumku tanpa iba!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar