Bagaimana rasanya bila kita harus meninggalkan sesuatu yang telah biasa kita lakukan, yang terasa begitu akrab dalam kehidupan yang kita dijalani?
Sudah lebih kurang satu bulan saya harus berpisah dengannya, menjaga jarak, mengatur waktu untuk bisa bertemu lagi meski dalam kondisi sembunyi-sembunyi. Tak pernah terpikirkan jika saya harus melupakannya, perwujudan dalam darah yang mengalir di tubuh saya. Ya benar, dia mendarah daging terlalu utuh bersatu, tak mungkin menghilangkan dia sebab itu berarti saya hanya akan menjadi "setengah".
Kopi, dia adalah kopi. Teman yang saya ingat dikala bangun pagi, semangat dikala suntuk dan mengantuk, penguat dikala saya penat dan dia sangat berarti. Apakah saya terlalu melebih-lebihkan??? Menganggap dia melebihi sahabat atau kerabat? Tapi percayalah! Dia itu selalu ada di saat saya membutuhkan. Hangatnya, mengalir cepat di tubuh, merangsang otak di kepala, merespon kehadiran saya.
Kini, saya harus melupakannya sejenak atau mungkin selamanya. Kondisi mag saya sudah kronis, salah makan saja bisa berakibat fatal, kumat. Ditambah lagi radang usus yang baru saja mendera. Saya harus wanti-wanti menjaga makanan dan minuman yang akan saya konsumsi. Sungguh, ini tak enak sekali.
Saya iri, melihat mereka menyeduh kopi. Saya benci, menatap iklan yang terpajang di televisi, koran, atau majalah yang menampilkan kopi dengan variasi rasa dan aroma. Dan saya tetap tidak berdaya.
Saya harap masih ada pertemuan lain untuk selanjutnya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar